Rabu (5/9/18) lalu, area Panggung Terbuka Fakultas Ilmu Budaya nampak lebih ramai dan meriah dibanding biasanya. Penggalangan dana #LihatLombok hasil kolaborasi PSPSR UGM dengan Antropologi UGM rupanya sedang berlangsung. Dibuka dengan diskusi tentang musik pada pukul 10.00 WIB bersama Palmer Keen (Aural Archipelago) dan Nur Kholis Sumardi— etnomusikolog Lombok sebagai pembicara — diskusi yang dimoderatori oleh Michael HB. Raditya siang itu menyoal makna musik bagi masyarakat Lombok. Usai diskusi, acara dilanjutkan dengan Bioskop #LihatLombok yang memutar film seputar Lombok seperti PORTER (2017) karya Sutradara Dedy Hadiyatman dan OBITUARY (2017) oleh Trish Pradana. Donasi ditetapkan sebagai tiket masuk untuk mengikuti diskusi dan pemutaran film yang digelar di Ruang Baca Antropologi, Gedung Soegondo lt. 5 Fakultas Ilmu Budaya UGM siang itu.
22 pelapak turut memeriahkan penggalangan dana #LihatLombok semenjak pukul 11.00 WIB di pelataran Panggung Terbuka Fakultas Ilmu Budaya. Sepanjang siang, mahasiswa kelihatan sibuk mondar mandir membeli barang lucu untuk dikoleksi. Belanja sekaligus menambah amal dong. Gapapa deh walaupun seminggu ke depan palingan cuma bisa makan mie instan, hehehe.
Atensi mulai bertambah dan transaksi berjalan masif selepas maghrib. Mulai dari awul-awul, kerajinan tangan, hingga kudapan seperti burger, nasi goreng— dan lain sebagainya— padat pengunjung dari berbagai kalangan. Tak lupa, penjaja kopi dan pelapak buku pun menawarkan dagangan, berharap para remaja-indie-millenial bertandang, menunggu mereka mencipta puisi tentang buku, secangkir kopi, dan penggal roman senja. Ahay.
Acara puncak pertunjukan musik #LihatLombok dibuka oleh pembawa acara— Sulis dan Gia pada pukul 18.30 WIB. Penampilan musik Sasando menjadi pembuka pertunjukan. Acara kemudian dilanjutkan dengan penampilan dari Christyan AS, Irfan R. Darajat, Deugalih, Sisir Tanah, Gigih, dan TrumpetEzra yang mempersembahkan musik untuk Lombok. Tak lupa, doa bersama juga digelar untuk mendoakan saudara-saudara kita di Lombok dan Sumbawa di tengah berlangsungnya pertunjukan. Penampilan OM Jarang Pentas menjadi penutup, menggenapi gelaran #LihatLombok hari itu. FIB mendadak dangdut. Yang lucu, dangdutan ini diisi oleh penampilan biduan yang nyambi jadi akademisi (eh, kebalik ya? hehe)— seperti dua mahasiswa Antropologi UGM— Ansur dan Bety. Kemudian penampilan cihuy dari Andrea Decker— seorang etnomusikolog lulusan Universitas of California yang meneliti soal gender dan dangdut di Indonesia. Terakhir, biduan (dosen) kawakan Antropologi, Pak Lono Simatupang dan Pak Pujo Semedi berhasil menggoyang malam. Alhasil para pemirsa joget sambil mikir skripsi yang nggak kelar-kelar.
Hadeuh.
Mewakili penyelenggara dari PSPSR UGM, Michael HB. Raditya mengatakan bahwa acara ini diselenggarakan cukup spontan. Acara #LihatLombok merupakan bentuk kepedulian PSPSR UGM terhadap masyarakat Lombok dan Sumbawa yang belum banyak terjamah bantuan, terutama di wilayah Lombok Timur dan Utara. Sebab selama ini, bantuan lebih banyak dipusatkan di sekitar Kota Mataram dan beberapa radius di didekatnya.
“Rencana, donasi yang terkumpul akan disalurkan ke Sumbawa Barat, Lombok Utara, dan Desa Pohgading, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur.” Ujar Michael menegaskan.
Leave a Reply